Subscribe:

Senin, 02 Mei 2011

Validitas

OLEH : RIZA ABIWINATA

Validitas

Validitas berasal dari kata Validity yang artinya sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Semakin tepat dan cermat sebuah instrumen atau alat mengukur sesuatu ukuran maka alat atau instrumen itu dikatakan valid. Validitas juga dapat dikatakan sebagai kecermatan pengukuran,sebuah kecermatan diukur melalui kemampuan alat ukur untuk memberi gambaran yang tepat dan gambaran yang detail sekecil-kecilnya subjek yang diukur dengan subjek lainnya. Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur mampu mengukur apa yang ingin diukur. Contohnya bila seseorang ingin mengukur berat dari sebuah kalung emas, maka alat yang paling valid digunakan adalah timbangan emas, alat penimbang berat badan memang juga adalah sebuah pengukur berat, namun tidak valid untuk menimbang berat sebuah kalung emas karena ukuran kalung yang kecil serta timbangan yang besar tidak akan mampu memberikan data yang valid mengenai berat kalung emas tersebut. Dari pernyataan ini valid bisa diartikan sebagai ketepatan dan kecermatan pengukuran.

Jenis-jenis Validitas
Menurut Anastasy dan Nunally jenis-jenis Validitas terdiri dari, Construct Validity, Content Validity, Predictive Validity, external Validity, Face Validity, menurut Syamsir Salam yang paling penting di Indonesia adalah Cross-Cultural Validity.
Validitas konstruk adalah ukur penelitian dengan menggunakan kerangka dari sebuah konsep, yaitu seorang peneliti mencari apa saja yang merupakan kerangka konsep tersebut. Ada tiga cara yang digunakan untuk membuat kerangka konsep, yang pertama yaitu mencari definisi dari konsep yang dikemukakan, yang kedua adalah apabila tidak detemukan pustaka dan literature yang mengartikan konsep tersebut, maka peneliti yang mengartikan konsep tersebut. Dan cara yang terakhir adalah menanyakan konsep tersebut pada responden.

Validitas isi atau Content validity adalah sejauh mana alat pengukur mewakili semua aspek yang dianggap sebagai kerangka konsep. Contohnya apabila seorang peneliti hendak mengukur status ekonomi sebuah keluarga dengan pengukuran berdasarkan pendapatan ayah perbulan saja maka hasil penelitian ini memiliki validitas rendah, karena bisa saja ibu memiliki penghasilan yang bersar pula, berarti pengukuran ini tidak memiliki validitas isi.

Validitas eksternal atau external Validity adalah validitas yang diperoleh dengan cara mengkorelasikan alat pengukur baru dengan alat yang sudah teruji validitasnya. Contohnya adalah apabila seorang peneliti yang ingin meneliti sesuatu berdasarkan alat ukur yang dibuatnya sendiri dengan tujuan yang sama, dan apabila alat ukur tersebut memiliki korelasi yang sama dengan alat ukur yang sudah teruji validitasnya, maka alat pengukur tersebut telah memiliki validates yang baik.

Validitas Prediktif adalah Alat pengukur yang digunakan untuk memprediksikan sesuatu dimasa yang akan dating. Contohnya adalah soal ujian, apabila soal ujian masuk Universitas Islam Negeri Jakarta memiliki korelasi dengan prestasi mahasiswa didalamnya maka soal tersebut memiliki validitas prediktif.

Validitas Rupa adalah sejauh mana alat pengukur mampu mengukur sesuatu disesuaikan oleh rupa atau bentuk fisik yang mampu terlihat untuk menunjukkan sebuah substansi dari pengukuran. Contohnya adalah ketika peneliti melakukan penelitian tentang mampu atau tidaknya seseorang mengendarai mobil, maka alat ukurnya adalah bagaimana cara seseorang tersebut mengendarai mobil, bukan dengan ujian tertulis, maka alat pengukur ini memiliki validitas rupa.
Menurut Syamsir Salam dan Jaenal Aripin ada lagi jenis validitas selain validitas di atas, yangitu validitas budaya atau Cross-Cultural Validity yaitu validitas yang diukur dari budaya daerah tertentu, apabila alat pengukur tersebut sesuai dengan kondisi objek penelitiannya maka alat ukur tersebut dianggap valid. Contohnya apabila Riza Abiwinata ingin meneliti sejauh mana tingkat kesopanan seorang anak apabila berbicara dengan orangtuanya menggunakan alat ukur yang digunakan di daerah medan maka berbeda, di jawa ketika seorang anak berbicara pada orangtuanya harus menunduk, namun di daerah medan harus melihat wajah orang tuanya sebagai tanda kesopanan. Kemudian bila alat ukur yang digunakan sesuai dengan kondisi budaya daerah tertentu, maka alat ukur ini dianggap valid.


• Resume didasarkan pada :
Prof. Dr. Syamsir Salam M.S & Jaenal Aripin M,Ag. “Metode Penelitian Sosial”(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN dan UIN Jakarta Press. 2006) hlm. 93-102

0 komentar:

Posting Komentar